Hadiah Terindah

Ini adalah kisah nyata seorang teman saya yang sudah lama telah loss kontak sampai beberapa tahun. berikut adalah kesaksian dari teman saya.

Kesaksian

 

Hadiah Terindah

 

Berawal dari kejadian kecelakaan yang saya alami pada tanggal 12 September 2008 sekitar pukul 18.00. Ketika itu saya yang berkendaraan sepeda motor tertabrak mobil, dan terjatuh dengan benturan keras di kepala. Kepala saya mengalami keretakan hebat dengan pendarahan besar. Akibat kecelakaan itu saya kehilangan darah kira-kira sejumlah hampir 2 liter yang keluar melalui telinga, hidung, dan mulut. Saya diselamatkan oleh seorang Polisi, yang kemudian ”menghilang” entah kemana setelah menahan si penabrak, dan kemudian saya diistirahatkan disebuah pos keamanan salah satu kantor sekitar tempat kejadian. Dengan penuh penantian, dengan bersimbah darah, dengan tubuh gemetar menggigil, saya berdoa: ”Tuhan Yesus, saya mau pulang.... tolong saya, jangan ambil nyawa saya saat ini karena saya masih memiliki keluarga yang bergantung pada saya....” Hanya itu yang saya bisa ucapkan dalam hati dan seiring dengan itu saya berusaha untuk menyeka darah yang bercucuran deras keluar dari hidung dan telinga. Selama lebih dari 1 jam saya menunggu, dengan penuh harapan jikalau ada orang yang menolong saya untuk membawa ke rumah sakit. Saya hanya terbaring beralas tikar dan kertas koran. Masa penantian yang begitu lama. Akhirnya dengan tubuh yang lemah dan dengan kesadaran yang masih sedikit tersisa, saat saya sudah semaput tiba-tiba saya dikejutkan oleh suatu suara panggilan yang tidak asing saya dengar. Adik ipar saya memanggil dan memapah saya menuju taxi untuk selanjutnya di bawa ke rumah sakit terdekat. Dengan tubuh yang semakin menggigil dan pandangan sudah kabur, saya tetap sadar dan mendengar segala pembicaraan yang ada. Di rumah sakit sempat terdengar suara-suara ribut antara pihak keluarga saya dengan petugas rumah sakit. Ternyata pihak rumah sakit sempat kebingungan mencarikan dokter untuk saya, dan akhirnya saya didiamkan kembali selama beberapa jam. Dinginnya udara semakin merasuk, lemasnya tubuh ini semakin menjadi, dengan kesadaran yang semakin hilang, akhirnya setelah beberapa jam di rumah sakit tanpa ditangani dengan serius, keluarga saya memutuskan untuk memindahkan saya ke rumah sakit lain. Sekitar pukul 11 malam saya tiba di Rumah Sakit St.Carolus, dengan sigap para petugas Instalasi Gawat Darurat segera menangani saya, petugas menghubungi dokter yang bersangkutan. Dalam kondisi setengah sadar, saya ingat ketika itu saya dan keluarga serta didampingi suster perawat berdoa bersama untuk menguatkan saya dan mohon berkat untuk proses operasi bedah otak. Operasi berjalan tengah malam sampai dengan dini hari.

 

Sekitar jam 9 pagi saya terbangun dari tidur. Saya terbaring di kamar ICU, sedih rasanya  melihat kabel-kabel dan selang dimana-mana ”manancap” tubuh saya. Beberapa teman, kerabat, keluarga terlihat diluar ruangan yang hanya bisa terlihat melalui jendela kaca. Dengan kesadaran yang masih lemah dan kemampuan sedikit bicara, saya berusaha menggerakan tangan saya untuk menanggapi sapaan dan doa dari orang-orang yang berada di luar.

 

Hai demi hari saya jalankan kehidupan saya di kamar ICU, akhirnya kemudian kondisi saya mulai ada perkembangan positif, tibalah saatnya saya dipindahkan ke kamar rawat. Banyak teman, sahabat, keluarga yang menjenguk saya. Saya hanya bisa berkata dalam hati: ”Terima kasih ya Tuhan.... masih ada orang-orang yang peduli terhadap saya...” Saat itu saya ditangani oleh dua orang dokter senior, ketika kondisi terus membaik, seorang dokter senior mengatakan bahwa saat ini kepala saya masih belum tertutup batok kepala sebagian, kira-kira berdiameter 5-6 Cm. Kepala saya hanya tertutup selaput otak dan kulit kepala. Dikatakan bahwa akan dilakukan operasi kedua untuk pemasangan batok kepala, setelah proses pendarahan selesai dan kondisi membaik. Saat itu pula kondisi mata kanan saya mengalami kelumpuhan total. Kelopak mata tidak bisa terbuka dan bola mata tidak bisa bergerak. Menurut dokter saya menderita kelumpuhan syaraf Parese Neuron III yang berfungsi sebagai syaraf penggerak bola mata dan organ-organ mata yang lain. Apabila syaraf tersebut belum berfungsi dalam 6 bulan sejak kejadian maka kemungkinan akan mengalami kelumpuhan mata permanen, untuk itu harus dilakukan operasi pembedahan mata secara serius. Sedih dan terpukul rasanya mendengar kabar tersebut. Saya adalah seorang fotografer yang bekerja banyak mengandalkan mata. Setiap malam istri saya tercinta begitu tegar selalu mendoakan saya dengan doa novena dan rosario tanpa kenal lelah. Setiap hari dia menemani saya. Terima kasih istriku, kamulah bagian jiwaku yang membuatku tetap hidup.

 

Hari-hari berlalu dengan perjuangan dan pengharapan, ketika suatu saat saya kedatangan tamu, satu hal yang membuat harapan saya sangat besar akan kesembuhan ini adalah saat saya mendengar satu pernyataan dari pelatih paduan suara wilayah saya dan juga Romo Maswan Susinto, SJ, yang pada waktu itu datang menjenguk untuk mendoakan saya, mengatakan demikian: ”Berserahlah kepada Tuhan, ikhlaskan semua yang telah terjadi, ampuni orang yang sudah berbuat bersalah kepada kamu, jangan keraskan hati..... Tuhan pasti akan menyembuhkan...”  Entah kenapa kata-kata itu terus merasuki saya semakin hari semakin kuat. Terlebih saat saya menerima komuni kudus setiap sore melalui suster-suster Carolus Boromeus, dikatakan: ”Inilah anak domba Allah, Tubuh Kristus yang menghapus dosa-dosa dunia, berbahagialah kita yang diundang ke dalam perjamuan-Nya..., Ya Tuhan saya tidak pantas Engkau datang pada saya, tetapi bersabdalah saja maka saya akan sembuh...” Saat itulah menjadi puncak harapan saya untuk sembuh. Saat itulah yang membuat hati saya lunak dan berserah kapada Tuhan. Saat itulah yang tidak akan terlupakan sepanjang hidup saya.

 

Hari-hari terus berjalan, biaya rumah sakit sudah tak terbendung banyaknya, uang kami sudah tidak ada lagi, tetapi Allah yang maha besar selalu tau apa yang kami butuhkan. Entah dari mana asalnya setiap kali istri saya memeriksa rekening bank saya, selalu saja ada tambahan dana yang ketika itu cukup untuk menutupi biaya-biaya rumah sakit yang sedang berjalan. Tambahan dana terus mengalir entah dari mana. Sampai-sampai kami berdua bertanya-tanya darimana datangnya uang itu secara terus-menerus. Kami hanya bisa berdoa dan mengucap syukur atas semua ini. Berangsur-angsur kondisi saya membaik dan pada saatnya tiba untuk pulang kembali ke rumah. Semua berjalan dengan lancar. Saya merasa bahagia dan terharu bisa kembali pulang bertemu anak-anak saya tercinta.

 

Dengan semangat kesembuhan yang ada dalam diri saya, saya terus berjuang untuk sembuh. Setiap hari saya berdoa untuk mohon kesembuhan. Akhirnya kondisi saya mulai membaik, tetapi saya belum memutuskan untuk melakukan operasi kedua untuk pemasangan batok kepala, mengingat kondisi mental yang belum pulih dan kondisi keuangan yang belum stabil. Mata kanan saya belum ada perkembangan. Saya terus mencoba usaha pemulihan kesehatan saya dengan berkonsultasi dan berobat di salah satu klinik kedokteran akupuntur Beijing yang ada di Jakarta. Dokter dari Beijing mengatakan bahwa kondisi syaraf dan kepala saya cukup baik tetapi kondisi syaraf mata saya tidak baik. Memerlukan waktu 4 sampai 6 bulan untuk bisa normal, dengan catatan apabila syaraf-syaraf Parese Neuron III bisa bekerja dengan baik dan menyerap nutrisi dengan baik. Jika tidak, berarti saya mengalami kelumpuhan mata secara total dan bahkan bisa menimbulkan kebutaan.

 

Hari demi hari saya jalani dengan penuh perjuangan dan pengharapan. Entah kenapa panggilan hati saya semakin hari semakin kuat. Rasa rindu untuk melayani Tuhan semakin terngiang-ngiang di benak saya, terutama karena saya adalah anggota lektor katedral. Saya rindu untuk bertugas lagi, tapi kondisi mata saya belum memungkinkan untuk kembali bertugas. Tibalah bulan Nopember 2008, ketika itu mata saya sudah ada perkembangan. Kelopak mata sudah terbuka, bola mata sudah mulai bergerak, tetapi saya belum bisa mengendarai kendaraan, belum bisa melihat secara jelas, belum bisa mambaca dengan baik. Kerinduan saya ingin bertugas sebagai lektor semakin kuat, tapi apa daya kondisi tak memungkinkan dan saya tidak memaksakan diri. Ketika penjadwalan untuk tugas Natal dilakukan, beberapa lektor sudah dipilih untuk mengisi tugas Natal. Jadwal dan materi latihan telah diberikan. Saat dimulainya masa adven, dimulainya juga masa latihan lektor yang akan bertugas. Saat itu saya mengatakan isi hati saya kepada pengurus lektor kalau saya ingin sekali kembali bertugas. Tapi dalam kondisi yang belum pulih kecil kemungkinannya bagi saya untuk bisa bertugas kembali. Dalam kondisi penuh pengharapan, tiba-tiba selang beberapa hari kemudian saya dikagetkan oleh suatu kabar. Saya ditawarkan oleh pengurus lektor waktu itu untuk mengisi tugas misa malam Natal, itu dikarenakan ada salah seorang lektor yang tidak bisa latihan dan bertugas pada saat malam Natal karena sedang bertugas di luar kota. Saat itu saya merasa bahwa ini adalah panggilan dari Tuhan kepada saya untuk bertugas. Ini adalah jawaban akan kerinduan saya. Saya menanggapi panggilan itu meskipun secara fisik saya belum pulih dan belum bisa bertugas. Saya mulai ikut berlatih dan dalam latihan itu sering kali mendapat pertanyaan dari pelatih untuk meyakinkan apakah saya benar-benar bisa bertugas nanti. Dalam nama Tuhan saya yakin dan berharap semua bisa berjalan sesuai dengan rencana.

 

Tibalah saatnya tanggal 24 Desember 2008, ketika itu mata saya sudah berangsur membaik tetapi saya belum bisa mengendarai kendaraan dan belum bisa melihat dengan sempurna. Beberapa saat sebelum bertugas, saya masih merasa tidak nyaman dengan kondisi mata saya. Semuanya harus saya hadapi dengan perjuangan keras. Sambil menanti dimulainya ekaristi, di dalam ruang sakristi saya berdoa dengan meminta kepada Tuhan: ”Ya Tuhan, saya mohon penyertaan-Mu dalam saya bertugas saat ini. Saya mohon Engkau memulihkan mata saya untuk saat ini saja, hanya 1-2 jam. Meskipun hanya sementara ya Tuhan, saya mohon. Saya ingin melakukan yang terbaik buat Engkau......” Itulah doa singkat yang saya sampaikan dalam hati sebelum misa malam Natal dimulai. Saat perayaan ekaristi dimulai, saya merasakan sesuatu yang berbeda pada pandangan saya. Lebih terang, lebih tajam, lebih stabil, tidak pusing, meskipun harus tetap menggunakan bantuan kacamata. Saat itu saya dapat melakukan tugas saya sebagai lektor pada misa malam Natal dengan baik. Benar-benar ini adalah  hadiah malam Natal yang paling indah dan paling berharga buat saya. Bahkan setelah misa berakhir dan ketika kami (saya sekeluarga bersama istri dan anak-anak) ingin pulang, saya berusaha dan bisa mengendarai sepeda motor dengan tanpa gangguan. Sejak itu saya bisa berkendaraan lagi, bisa membaca dan melihat lebih baik. Thank God.... Terima kasih Tuhan atas seluruh pemulihan yang Engkau lakukan untuk saya. Terima kasih atas segala mujizat yang Engkau berikan untuk saya. Sampai saat ini sudah 1 tahun berjalan, saya tidak mengalami gangguan-gangguan yang serius pada kepala dan mata saya. Saya dapat beraktifitas dengan normal tanpa gangguan yang berarti. Bahkan sudah lebih dari 1 tahun saya hidup dengan kepala yang belum tertutup tengkorak lengkap.

 

”Terima kasih Tuhan, Engkau yang maha baik, maha kasih, dan maha murah.

Mohon ajarilah aku untuk terus melayani Engkau sepanjang hidupku.

Amin”

 

Saya sangat berterima kasih kepada Paroki Katedral khususnya Pastor Bratakartana, SJ; Pastor Maswan Susinto, SJ; juga kepada rekan-rekan wilayah dan paduan suara Andreas, lektor katedral, dan rekan-rekan lainnya yang sudah memberikan dukungan dan semangat untuk pemulihan saya. Tuhan memberkati semua.

 

-Ferry Sutrisno-

Ayat inspiratif:

 

Pengkotbah 3:1-11

Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya. Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal, ada waktu untuk menanam, ada waktu untuk mencabut yang ditanam; ada waktu untuk membunuh, ada waktu untuk menyembuhkan; ada waktu untuk merombak, ada waktu untuk membangun; ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari; ada waktu untuk membuang batu, ada waktu untuk mengumpulkan batu; ada waktu untuk memeluk, ada waktu untuk menahan diri dari memeluk; ada waktu untuk mencari, ada waktu untuk membiarkan rugi; ada waktu untuk menyimpan, ada waktu untuk membuang; ada waktu untuk merobek, ada waktu untuk menjahit; ada waktu untuk berdiam diri, ada waktu untuk berbicara; ada waktu untuk mengasihi, ada waktu untuk membenci; ada waktu untuk perang, ada waktu untuk damai. Apakah untung pekerja dari yang dikerjakannya dengan berjerih payah? Aku telah melihat pekerjaan yang diberikan Allah kepada anak-anak manusia untuk melelahkan dirinya. Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir.

NB : tulisan diatas tanpa adanya penambahan atau pengurangan dari  artikel yang telah diberikan kepada saya (Admin)


1 minggu setelah operasi


3 minggu setelah operasi


1 bulan setelah operasi dan sedang terapi akupuntur

 

/

www.unikunik.web.id | Copyright © 2012